Tuesday, February 10, 2009

Kami miris., Kami malu..


Di tulisan sebelumnya., saya mengatakan bahwa adalah suatu kewajiban untuk mengecek segala sesuatu yg ada di dalam dompet kita sebelum melakukan transaksi., tapi memang yg namanya kesempurnaan hanya milik Tuhan semata (hhmmp., bkn maksudnya mencari pembelaan.. :p )..

Kejadian konyol kembali terulang.. Malu yg dirasakan pun berlipat-lipat.. Ceritanya hari minggu kmrn, 8 Februari 2009, kami pergi ke mal Ambasador untuk membeli barang yg memang sudah kami rencanakan. Berangkat dari rumah saya di Kebagusan, sempat mampir untuk mkn somay di Bidakara Pancoran krn memang sudah memasuki jam makan siang. Sebenarnya Dee sudah malas2an untuk menuruti saya pergi kesana, mengingat jalanan yg pasti macet total., tp dengan seluruh jurus rayuan yg saya keluarkan., Dee akhirnya luluh juga..
Keluar dari Mega Kuningan, benar saja.. Jalanan menuju mal Ambasador sudah macet total., tidak bergerak., belum lagi kami harus putar balik di depan. Hampir satu jam kami menghabiskan waktu di jalan., dengan Dee yg kadang mengeluh soal kaki kirinya yg pegal menahan kopling.. Maaf.. :)

Perjuangan kami akhirnya selesai juga., sampai di parkiran basement., yg syukurnya tidak terlalu sulit mendapatkan tempat untuk mobil kami parkir. Selesai membeli barang yg saya cari., saya memaksa Dee untuk menemani saya ke salon., Jhony Andrean yg ada di lantai LG. Lagi-lagi., Dee sedikit enggan untuk menemani saya ke tempat itu., memang suasananya tidak nyaman. Begitu memasuki salon., miris rasanya.. Wanita2 muda dengan celana extra pendek, rambut pirang dan kulit berwarna sawo “sangat” matang berjejer di kursi pelanggan sedang menikmati layanan dari salon tersebut. Beberapa diantaranya sedang ditemani oleh pria bule “teman dekat”nya., yg notabene sudah tidak MUDA lg., bahkan cocok untuk menjadi kakek dari wanita tersebut. Sebagian lagi sedang asik cerita tentang pengalamannya bersama teman kencan “bule”nya dan kesenangannya karena akan dibawa ke negara asal orang tersebut. Memang bukan urusan kami untuk memikirkan lebih jauh tentang hal tersebut., ya.. semoga saja mereka bahagia dengan hidup yg dijalaninya itu. Seperti kata Dee., mungkin itu salah satu cara agar mereka bisa hidup enak yg “halal” dengan menikahi pria semacam itu., tp bukan berarti hal tersebut dijadikan “jalan pintas” jg y Dee..

Kembali ke masalah kami., setelah selesai melakukan perawatan., saya menuju kasir. Total biayanya sebesar Rp 244.500. Ups., uang yg ada di dompet merah kesayangan saya hanya ada Rp 200.000, ditambah uang kembalian Rp 25.000, total uang kurang sebesar Rp 19.500. deg..deg..deg.., how could?? Begitu bodohnya saya tidak mempersiapkan hal ini sebelumnya. Saya tanya ke Dee apakah membawa uang cash, dia menjawab tidak, krn saya tau., kebiasaan jelek kami adalah pergi ke ATM ketika uang di dompet memang benar2 habis. Kami tawarkan untuk menggunakan kartu debet Mandiri., ternyata tidak bisa., Kartu Kredit BCA., juga sama.. Alhasil., seperti kebiasaan kami sebelumnya., bengong untuk beberapa saat. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke ATM Mandiri yg berada di areal mal Ambasador dengan dikawal oleh karyawan dari salon tersebut. Malu pisaaaaann., rasanya ketika di salon tadi benar2 lebih baik ditelan bumi.

Transaksi di ATM selesai., karyawan salon kembali ke tempatnya bekerja., tinggal saya yg sungguh2 mohon maaf ke Dee krn secara tidak langsung ikut mempermalukannya. Konyolnya., dari pembicaraan kami menuju tempat parkir mobil., sebenarnya uang yg ada di dompet Dee adalah sangat cukup untuk menambahi biaya salon tadi., hanya Dee salah paham dan menganggap bahwa uang yg kurang adalah dalam jumlah besar. O’ow.., kalau saja saya menyebutkan nominal kekurangan uang yg tadi dibutuhkan, pasti kami tidak akan merasa malu seperti tadi, nasi sudah menjadi bubur., malu sudah terlanjur dirasakan..